Sabtu, 31 Desember 2011

New Year Celebrating Party Ala Fakir Asmara

Moment perayaan tahun baru merupakan masa yang paling diantikan bagi sepasang kekasih. Tahun baru menjadi moment dimana mereka bisa melakukan perayaan berjamaah atas jalinan cinta kasih mereka. Sebaliknya, tahun baru bagi para jomblo adalah neraka dunia dan lebih menyakitkan daripada keinjek gajah. Apalagi tahun baru kali ini bertepatan dengan malam mingu, maka pilu hati yang dirasakan para jomblo derajatnya jadi double. Dalam kasus ini, kedudukan para manusia homo menjadi lebih terhormat dibandingkan dari para jomblo karena setidaknya mereka masih punya pasangan untuk menyaksikan kilauan indahnya kembang api.
Itulah kemudian yang merasuki relung sanubari para golongan Fakir Asmara yag berkumpul di skretariat IAPIM pada malam tahun baru. Empat belas manusia-manusia galau yang tidak laku dipasaran para gadis. 
Para fakir asmara ini sudah pada nongol menjelang magrib. dan setiap makhluk yang ditanya mengenai "rencana keluar kemana nanti malam?", pasti jawaban yang dikeluarkan "kemana bagus?". Ditanya malah balik nanya... Dari jawaban dan ekspresi muka, dapat dipastikan yang bersangkutan menderita pilu hati stadium IV. 
TAk kunjug mendapat jawaban memuaskan, maka dari rapat singkat yang dilaksanakan diputuskan bahwa kita harus adakan acara masak-masak/bakar-bakar/goreng-menggoreng. Sebagaimana tetangga samping rumah sibuk bakar2 ayam.
Tapi cobaan sebagai jomblo rupanya belum cukup. Karena ternyata para kaum inferior ini selain fakir asmara, mereka juga fakir miskin. Acara patungan untuk beli makanan memakan waktu 2 jam!! Dari acara kumpul-kumpul duit akhirnya terkumpul 18ribu rupiah. 7rb diantaranya adalah uang koin Rp. 200,- yang dilakban per 5 keping. Saya pun bertanya-tanya kenapa acara tahun baru harus pada akhir bulan ya?
Dari berbagai referensi yang ada, maka bahan makanan yang dapat dibeli dengan uang segitu cuma singkong! Dengan langkah gontai, akibat dari kombinasi galau dan miskin, kita mendatangi toko kelontong dekat kontrakan untuk menebus sang singkong.  Keluar dari toko kelontong kantog kresek hitam penuh terisi dengan singkong, cabe, minyak, tomat, terasi, dan garam.
Bakal singkong rebus

Si kompor sialan

Cobaan belum berakhir juga. Ternyata, gas kompor habis. KEmbali acara patungan digelar sampai terkumpul 15rb untuk beli gas. Gas terbeli, dan cobaan berlanjut. 
Si Kompor sepertinya menerapkan ilmu andalan para birokrat. Semakin di butuhkan semakin tidak berfungsi. Si Kompor menolak untuk menyala. Segala jurus sotoy "ilmu membenarkan kompor" di keluarkan tetapi tetap tidak ada tanda-tanda api kehidupan akan muncul. 
Perjuangan beum berhenti sampai disitu karena manusia-manusia jomblo ini setidaknya diberkahi dengan hati yang kuat dan sikap pantang menyerah meskipun ditolak berkali-kali. Kompor gas tidak mau menyala, maka kita pakai kompor arang a.k.a. tungku.
Tapi lagi-lagi cobaan tidak berhenti sampai di situ. Hujan beberapa hari terakhir dengan sukses merembes ke tempat penyimpanan arang. Arang basah, dan api pun tidak ada. Disiram dengan minyak tanah, bensin, ditambah kertas koran, tetep si arang tidak memberi tanda-tanda terbakar. Kompak dengan gas, si kompor arang juga menolak untuk menyala. 
Pada moment ini, para fakir asamara sudah sampai pada titik nadir. Bukan hanya para gadis yang tidak mau berbagi kebahagiaan dengan mereka, bahkan benda-benda tidak bernyawa pun enggan. Nasip!!!!
The worst case scenario pun sudah terbayang di angan-angan: Melewati malam tahun baru dengan galau sambil mencium aroma ayam bakar tetangga. Moment Tahun baru kali ini akan menjadikan derajat kegalauan berlipat-lipat, berlapis-lapis, bertingkat-tingkat, dan berlansung terus-menerus.
Taapi kawan, tuhan selalu ada di dekat orang-orang teraniaya. Jam 11.25, tiba-tiba ada sms dari Asrama Putri Anging Mammiri yang pada intinya mengajak siapa saja yang ada di sekret IAPIM untuk makan-makan dan minum Sarabba di asrama.
Mendapat undangan seperti itu, daya yang ada di kepala yang awalnya tersisa 5watt kembali ke 100watt. Dengan mantap, bak pangeran yang keracunan kecubung, kita melangkah ke asrama putri Anging Mammiri. Berangkat menuju tempat para bidadari tanah Sulawesi berdomisili.
Dengan kecepatan tinggi pitung digeber

Sampai di lokasi, sudah tersedia aneka makanan khas tanah Bugis. Sambutan hangat para dara bugis menandai kedatangan kita. Dengan lahap, makanan yang tersedia tandas.
Dimana-mana, yang namanya anak ma'had, pasti rakus

Seiring dengan selesainya acara makan-makan, kembang api dan terompet berbunyi sahut-sahutan menandakan tahun telah berganti. Melewati moment seperti ini, rasanya kek film india yang happy ending. Sang aktor menari-nari di tiang lsitrik ditemani sang aktris dengan latar belakang kembag api. Hueeekkksss... Ccccuuiiihhhh.....!!!!!

Minggu, 25 Desember 2011

Weekend Kali Ini Hujan Turun

Ini bukan kisah cinta-cintaan seperti kisah rome&juliet. Ini bukan pula tentang curhatan seseorang yang lagi pilu hati a.k.a. galau. Ini juga bukan tulisan tentang hasil renungan filosofis tingkat tinggi. Tapi ini adalah sebuah cerita (lebih tepatnya "kisah tragedi kekonyolan") sekumpulan anak muda, lulusan pesantren, rakus soal makanan, kebanyakan jomblo, dan dengan konyolnya mengubah rencana jalan-jalan menjadi acara JALAN!!! Dan kisah ini terjadi di bawah guyuran hujan!!
Sebelum berkisah lebih jauh, ada baiknya lakon utama dalam skrip ini diperkenalkan dulu:-) Tentu saja oghe' si penulis terlibat disini. Di susul kemudian 5 makhluk lain: Ivan, Zack, Mamat, Wildan dan Yasser.
Keenam makhluk labil ciptaan tuhan itu masing-masing punya alasan berbeda sehingga bisa terlibat dalam kisah konyol ini. Oghe', berusaha untuk mencoba menekan tombol "F5" di otaknya dengan acara jalan-jalan karena bosan melihat skripsinya yang hari itu genap berusia setahun. Ivan, beralasan untuk mencoba merasakan kembali pesona gadis-gadis pribumi setelah sekian lama terpesona dengan artis Korea. Zack, ingin mengetes realibilitas kamera DSLR Canon barunya. Mamat, .......(gak jelas ini makhluk alasannya apa. munkin karena bosen jadi satpam di asrama putri Anging Mammiri). Wildan dan Yasser: peserta termuda, baru resmi jadi mahasiswa 3 bulan terakhir, dan masih agak sedikit "hijau". Alasan dua makhluk terakhir ini juga tidak jelas tapi sepertinya mereka adalah korban doktrinisasi tidak jelas dari 3 makhluk yang disebutkan paling awal.
Oke-oke, "intro-nya" munkin sudah cukup.
Dari acara acara kumpul-kumpul sebelumnya, diputuskan bahwa destinasi kali ini adalah Kota Semarang. Alasannya, banyak makhluk penuh pesona di kota ini: Makhluk cantik di Pecinan, dan makhluk gaib di Lawang Sewu!!! Tapi kemudian diputuskan juga bahwa kita harus sekalian ke Solo karena di sini juga banyak IGO bertebaran yang dikaruniai tutur kata dan wajah yang halus :-D
REncana awal, jalan-jalan ini menggunakan moda transportasi kereta (Ikut trend mentri BUMN yg baru: Pak DI). Dimulailah acara browsing di internet untuk cari jadwal kereta. Berangkat dari stasiun Tugu Jogja dengan kereta Pramex pagi ke Solo, sorenya dari Solo berangkat ke Semarang. Di sinilah kisah konyol ini mulai terjadi. Ternyata, berita yang paling update di internet tentang kereta Solo-Semarang adalah dua tahun lalu. Saat ini kereta Solo-Semarang sudah tidak aktif lagi.
Sampai di Solo, kita memutuskan untuk ke Alun-alun. Saya (oghe) yang mengusulkan rencana tersebut dengan alasan bahwa kita tidak dianggap berkunjung ke sebuah kota kalau tidak ke alun-alunnya. Padahal, saya punya niat pribadi yaitu makan Tengkleng di dekat alun-alun... hehe..
Karena dari hasil denger-denger cerita orang bahwa kota Solo itu ga terlalu luas, kita putusakan untuk jalan kaki dari stasiun ke alun-alun. Ternyata jaraknya alamakjaaangg, JAUH!!!! Setiap orang yang kita tanyai mengenai "the direction to the piazza aka alun-alun", pasti mukanya asem dan dengan jelas terpancar mimik keengganan yang kira-kira berarti :"hah? jalan kaki ke alun-alun? di suruh nikah ama putri sultan juga gw ogah kalo maharnya jalan kaki dari stasiun ke alun-alun". Dan dari sisa rasa keengganan tersebut, di jelaskan bahwa ke alun arahnya: "lurus, terus kiri terus kanan". Dan jawaban sama persis seperti itu kita dapat sampai 4 kali. Artinya, ada 4X belok kiri dan 4X belok kanan atau kita melewati 8 persimpangan!!!
Dari sini kemudian saya mendapat pelajaran dan saya harus bersyukur kepada tuhan atas limpahan nasib pernah terdampar di pesantren 6 tahun. Didikan para ustads memberi saya teman yang tidak pendendam, selalu menanggapi kesialan dengan tertawa, selalu terbiasa menerima keadaan terburuk, dan selalu terbiasa menerima kenyataan kalau keinginan tidak bisa tercapai. Acara jalan kaki ini penuh dengan pose "pamer gigi".
Yang patut di syukuri juga bahwa dengan pake acara jalan kaki, kita bisa bernarsis ria sambil ber-haha-hihi di depan banyak objek keren. Misalnya warung pak dongo, beberapa monumen, beberapa gereja yg bergaya gothic, dan lain-lain.
Sampai di alun-alun, kita buru-buru ke warung tengkleng untuk segera menge-carge energi setelah jalan kaki tadi (dari beberapa info yang kita dapat belakangan, jarak antara stasiun ke alun-alun sekitar 7km. Pantesan aja telapak kaki rasanya seperti terkelupas). Sajian tengkleng pun di lahap dengan buas sampai-sampai persedian nasi si ibu tukang warung, tandas!!!
Dalam hitungan menit, sajian daging kambing di atas pring berubah menjadi seonggok tulang-belulang. Acara makan pun selesai. Dan munkin karena DNA  dari nenek moyang Afrika saya bukan dari homo sapiens tapi dari singa masai, habis makan bukannya tambah kuat tapi malah jadi ngantuk.
Abis makan kita segera ke terminal untuk ke semarang. Dari warung tengkleng kita naik angkot ke terminal. disinilah kemudian kekonyolan kita semakin tergambar dengan jelas. Naik angkot aja rasanya sampai pegel duduk karena lamnya perjalanan. Padahal sebelumnya jalan itu kita tempuh dengan mengendarai sandal atau bahasa kerennya melampah aka jalan kaki..
Sampai diterminal, kita cari bus tujuan Semarang. Kebetulan bus yang standby hanya bus ekonomi tapi AC cuy...!! Dan yang paling saya suka dari bus ini adalah jendelanya yang lebar. Pemandangan sepanjang jalan Solo-Semarang pun ludes disapui pandangan mata. Belum lagi rembesaan air hujan yang membasahi jendela lebar itu semakin menambah syahdu suasana. Susana semakin syahdu dengan iringan lagu "Long Way Round" yang didendangkan sepenuh hati oleh Stereophonic.
Selama perjalanan, pergantian posisi tempat duduk beberapa kali terjadi. Biasanya karena kita tidak tahan kalau ada penumpang sepuh yang naik di tengah perjalanan. Kita pun merelakan kursi empuk bagi simbah-simbah itu. Kita nggak mau kalah donk dari iklan Gudang Garam Merah... hehe..
Setelah menempuh perjalanan 4 jam, kita akhirnya landing di Sukun. Dan entah bisikan dari malaikat mana yang menggoda Ivan sehingga dengan lantang dia mengumandangkan ajakan untuk makan di Pizza Hut di seberang jalan. Mendengar ajakan tersebut, kelima makhluk aneh lainnya menyeberang jalan dengan semangat sumpah pemuda.
Diringi tatapan aneh dari seisi PH, karena pakaian kita yang kusut dan wajah yang jauh lebih kusut, kita mantap melangkah menuju meja paling belakang. Sajian pizza yang bejibun dengan suskes membuat kita kesulitan membengkokkan badan karena kekenyangan. Akibatnya, pose duduk kita jadi seperti sekumpulan penderita ambeien karena gelisah terus-menerus mencari posisi duduk yang mengurangi tekanan di perut.
Urusan perut selesai di PH, kita melanjutkan perjalan ke Cina Town aka Pecinan. Gerimis mendekati hujan menemani perjalan menuju cina town. Tapi apalah daya,  maksud hati ingin memeluk gunung apalah daya gunung meletus. Maksud hati ingin melihat makhluk cantik di Pecinan, yang ada malah emak ama bokapnya!!! Kita pun memutuskan untuk tidak berlama-lama di sini. Selain karena tidak ada penampakan makhluk halus berparas cantik, kita juga takut kalau-kalau ada makhluk halus beneran macam vampir di film-film Hongkong tiba-tiba nongol.
Keluar dari pecinan, radar sotoy kita "switched to on position" untuk mengendus keberadaan mesjid terdekat untuk menginap. Dan akhirnya, bunyi "beep.. beep.. beep..." terdengar menandakan bahwa ada msejid yang cocok untuk dijadikan area untuk bersemayam malam ini. Yaitu mesjid Baiturrahman di area simpang lima.  
Sampai di tujuan, ternyata bukan cuma kita yang termasuk golongan homeless. Banyak juga orang lain yang sudah beranjak menuju ke peraduannya di pelataran mesjid Baiturrahman. Kita kumpul-kumpul dulu, yang mau sholat sholat dulu, dan lain-lain. Lama-kelamaan, perasaan kok kondisi di pelataran tidak aman. Akhirnya kita memutuskan untuk naik ke lantai dua. Tapi sebelumnya kita dihinggapi rasa was-was kalau kita diusir sama marbot karena di situ tidak orang lain yang tidur dan sebagian pintu terkunci. Dan disinilah manfaat belajar tafsir-hadist dulu di pesantren. Sebelum kita naik ke lantai dua, kita sudah mempersiapkan ayat dan hadist untuk dipakai sebagai dalil adu argument dengan si marbot kalau dia mengusir kita dari rumah Allah.. hehe..
Jam 1 dini hari, akhirnya misteri kosongnya lantai dua mesjid terjawab. BANYAK NYAMUK!!! Kalau dijadikan film, maka genre film yang paling tepat menggambarkan serbuan nyamuk sialan itu adalah film kolosal China. Jadi, nyamuk yang dipimpin Andy Lau-nya menyerbu rame-rame ke sekumpulan musuh yang tertidur pulas karena sebelumnya sudah melakukan longmarch dari stasiun solo balapan ke alun-alun.
Jam 3.00, suara muazzin yang getarannya mencapai 19.999 Hz denga sukses membangunkan kita tepat pada pengucapan suku kata pertama dari kalimat Allahu Akbar. 

Sehabis sholat subuh, kita mulai lagi melangkahkan kaki menyusuri kota Semarang. Dimulai dari area Simpang Lima, terus ke Kota Toea, Stasiun Tawang, Tugu Muda, dan Lawang Sewu.



Rasanya, untuk objek-objek tersebut tidak perlu dijelaskan lebih jauh. Masih penuh adegan-adegan konyol nan sial plus tragis. Singkatnya, kita kembali ke jogja jam 2 dengan naik bus patas Nusantara dengan tarif 35ribu dan turun di terminal Jombor.
Demikian kisah konyol ini. Semoga anda bisa memperoleh pelajaran dari sini. Sebagaimana kata pepatah, donkey aja ga pernah jatuh ke lubang yang sama. Maka celakalah orang yang mengulangi kekonyolan orang lain. Cukuplah kami yang mengalami karena kami bisa tertawa dengannya... hehe

Rabu, 26 Oktober 2011

Menimbang Kembali Konsep Musyawarah dan Mufakat di Republik Indonesia (Versi Nyeleneh Tentunya))

Tidak ada yang meragukan totalitas para Founding Father negara kita tercinta ini dalam merancang terbentuknya sebuah negara yang makmur, sejahtera, adil, dan sentosa. Mulai dari pancasila, UUD 45, dan lain sebagainya. Termasuk di antaranya konsep musyawarah dan mufakat ini.
Para founding father ini pasti berpendapat bahwa keputusan yang dibuat oleh satu kepala saja tidak lebih baik daripada keputusan yang dibuat oleh jumlah kepala yang lebih ramai. Dari situlah kemudian dasar konsep musyawarah dan mufakat berawal. Dimana keputusan dibuat secara kolektif untuk di-mufakat-kan.
Akan tetapi, sepertinya konsep musyawarah dan mufakat tersebut telah di selwengkan oleh anak cucu para pendiri bangsa tersebut. Mulai dari ha-hal kecil sampai yang serius, dari olah-raga sampai seni, dan lain sebagainya. Dalam tulisan kali ini, saya hanya menyinggung sedikit mengenai olah raga (sepakbola) dan seni (musik) saja.
Salah satu contoh penyelewengan konsep musyawarah dan mufakat dapat kita temui di kehidupan persepakbolaan tanah air. Kita ketahui bersama bahwa gaya sepak bola suatu bangsa di pengaruhi oleh budaya bangsa itu sendiri.
Misalnya, Spanyol yang dikenal sebagai negeri matador. Matador filosofinya adalalah mempermainkan lawannya (banteng) dengan gerakan yang cantik kemudian pada kesempatan yang pas, si banteng tersebut akan di bunuh. Nah, coba lihat permainan timnas Spanyol, Barca, atau Madrid, sesuai kan dengan budaya bangsanya.
Kemudian Italia, yang dikenal sebagai negara para pemain drama atau senima kawakan. Para pemain drama biasanya sangat senang mempermainkan perasaan penontonnya. Coba lihat permainan klub-klub Italia, sering sekali bola sudah masuk kotak pinalti tapi di-oper lagi ke bek. Atau misalnya aksi para pemain kalau dilanggar atau mendapat kartu kuning yang di-lebay-kan.
Terus Inggris, yang mengklaim diri sebagai negara industri awal. Jamak diketahui bahwa nafas utama dari industri adalah sistem yang kuat dengan pergerakan yang cepat. Begitu jugalah yang terjadi dengan timnas Inggris dengan gaya kick and rush-nya.
Atau Brazil yang dikenal sebagai bangsa yang doyan nari. Coba liha permainan Robinho, Kaka, Ronaldo, Ronaldinho, Pele, etc.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan Indonesia?. Sebenarnya, pemain-pemain bola di Indonesia tidak kalah dengan negara lain dalam memegang teguh budaya bangsanya. Para pemain di Indonesia dengan semangat luar biasa menerapkan konsep musyawarah dan mufakat tersebut di dunia sepakbolanya (secara mentah-mentah). Mau bukti?
Konsep musyawarah dan mufakat, dimana banyak kepala lebih baik dari satu kepala, di telan mentah-mentah oleh khalayak sepakbola Indonesia. Ketika dalam sebuah pertandingan sebelas orang tidak mampu memenangkan pertandingan, maka dengan filosofi musyawarah dan mufakat, para penonton juga ikut turun ke gelanggang memainkan perannya masing-masing. Misalnya, melempar wasit, meneror pemain lawan, atau membakar stadion. Saya yakin, sebagaimana keyakinan para suporter goblok itu, hasil pertandingan akan lain.
Nah, itu di dunia sepak bola. Terus bagaimana di dunia musik? Dunia musik tanah air menurut pengamatan saya menjadi korban dari penyelewengan konsep musyawarah dan mufakat ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masuk ke dalam industri musik bukanlah perkara gampang. Tidak semua orang bisa masuk kedalamnya dan menikmati glamournya dunia tersebut.
Disinilah kemudian konsep musyawarah dan mufakat itu kembali diterapkan mentah-mentah oleh sebagian anak muda di tanah air. Lebih jelasnya begini, ketika satu orang sangat sulit masuk ke industri musik, kenapa kita tidak coba masuk sekalian beramai-ramai? Bukankah lebih banyak kepala menjamin keberhasilan suatu urusan?
Dari pemikiran seperti itu kemudian membanjirlah boyband dan girlband tidak jelas yang mengandalkan kemolekan tubuh dan suara yahud satu atau dua orang anggotanya (yang lain sih ikut joget-joget aja). Menjadi seorang penyanyi tidak perlu suara merdu nan semlohay. Cukup dengan mengumpulkan beberapa teman yang agak ganteng/cantik, bikin gerakan senam pagi yang kompak, terus datanglah ke produser dengan pakaian sama satu rombongan. Jadi deh artis di acara musik pagi-pagi.
Selanjutnya, telinga sebagian penikmat musik lah (setidaknya saya ada diantara mereka) yang akan dipenuhi dengan aksi mereka yang Naujubileh itu.
Sebenarnya masih banyak lagi kasus penyelewengan terhadap konsep mahadahsyat dari para leluhur kita itu. Hanya karena berbagai keterbatasan, saya persilahkan anda untuk menilai dan merenungkannya sendiri karena tentu anda juga punya pengalaman yang lain.
Dan dari berbagai fenomena tersebut? perlukah kita memikirkan kembali untuk menerapkan asas musayawarah dan mufakat di republik ini? Hanya orang bodoh dan sedikit agak sinting yang mau melmikirkannya.....



@oghetos
Suatu sore di Pogung Lor